TARI LEGONG KUNTIR
Disebuah goa dekat
gunung himawa, hidup seorang raksasa yang sangat sakti bernama Mahesa Sora.
Yakin akan kesaktiannya ini maka timbul niatnya untuk menyerang keindraan,
dengan dalah melamar Dewi Tara putri Dewa Indra. Dewa Indra yang sudah tentunya
tidak setuju atas lamaran raksasa ini, menolak akibatnya terjadi perang antara
pihak Mahesa Sora dan pihak keindraan. Merasa Hyang
Indra akan kalah, cepat-cepat ia atas petunjuk pendeta Briaspati minta bantuan
Subali dan Sugriwa yang diam di gunung Semi, dengan perjanjian bahwa yang dapat
mengalahkan Mahesa Sora akan mendapatkan hadiah Dewi Tara sebagai istri.
Subali, Sugriwa
menyanggupi dan segera berangkat keindraan melawan Mahesa Sora. Mahesa Sora
yang merasa tidak mampu menghadapi lawannya, segera lari meninggalkan
keindraan, bersembunyi di dalam goanya. Subali, Sugriwa
mengejarnya dan Subali masuk kedalam goa, sebelum memasuki goa, dipesankannya
kepada adiknya, bahwa jika nanti ada darah merah yang keluar dari goa maka yang
mati adalah Mahesa Sora. Dan jika darah putih yang mati adalah Subali sendiri.
Dan jika yang keluar darah merah dan putih yang keluar itu berarti kedua-duanya
telah tewas maka Sugriwa harus cepat-cepat menutup pintu goa.
Demikianlah akhirnya didalam goa Subali berhasil
membunuh raksasa itu dengan memecahkan kepalanya sehingga darah dan otaknya
berhamburan keluar yang oleh Sugriwa dikira darah merah dan putih. Segera pintu
goa ditutupnya dan pergi ke indra loka untuk mempersunting Dewi Tara. Tatkala Sugriwa sedang
bermesra mesraan di sebuah taman tiba-tiba datanglah Subali yang telah berhasil
keluar dari goa dengan jalan menjebol pintu goa. Terjadi pertengkaran akibat
salah pengertian yang kemudian memuncak menjadi suatu pertempuran sengit.
Sugriwa kalah dan Dewi Tara diambil oleh Subali, dalam kesedihan Sugriwa
mengutus Hanuman untuk minta bantuan Sang Rama. Akhirnya atas bantuan Sang
Rama, Subali berhasil dikalahkan dan Sugriwa mendapatkan kembali Dewi Tara.
TARI
LEGOD BAWA
Tari Legong Legod Bawa adalah
salah satu jenis tari klasik yang tetap berpijak pada pakem Palegongan. Tarian
ini dibawakan oleh dua orang penari wanita, tanpa adanya penari Condong
sebagaimana yang terdapat pada Legong Keraton Lasem. Sesuai dengan yang penulis
sampaikan di atas, bahwa perkembangan suatu tarian di suatu tempat merupakan
adaptasi yang sangat terkait dengan daerah tempat tarian itu berkembang. Hal
ini pun berlaku pada tari-tari Palegongan di Desa Saba dimana tariannya tetap
bersumber pada kaidah Palegongan dengan menambahkan beberapa gerakan-gerakan
yang khas dan unsur cerita yang disesuaikan dengan keinginan penciptanya dahul.
Dalam tarian ini akan dijumpai bebrapa gerakan khas yang dimiliki oleh style
Saba, diantaranya Ngengsogang pinggul, Ngubit sebanyak dua
kali dan Maserod.
Unsur cerita bukanlah hal yang
paling penting dalam tari Legong, karena cara pendramaannya cukup sederhana dan
abstrak. Untuk menyampaikan maksud atau inti cerita kepada para penoton,
diperlukanlah adanya peran seorang juru tandak. Juru tandak inilah
yang nantinya mentransfer cerita melalui nyanyian mengikuti irama musik
pengiring tarian. Hal ini pun terjadi pada pementasan tari Legong Legod Bawa,
dimana cerita yang diambil bersumber pada mitologi Hindu.
Dikisahkan Dewa Brahma dan Dewa
Wisnu sedang bercengkrama di Sorga. Mereka saling membanggakan kesaktian
masing-masing yang tiada tandingannya. Percakapan mereka pun terdengar oleh
Dewa Siwa. Oleh karena keduanya tidak ada yang mengalah dan mengaku lebih
sakti, maka Dewa Siwa menjadi penengah bagi mereka berdua dengan cara berubah
menjadi Lingga sembari mengajukan syarat barang siapa yang mampu menemukan
ujung ataupun pangkal Lingga tersebut, maka dialah yang lebih sakti. Dewa
Brahma dan Dewa Wisnu merasa tertantang untuk menunjukkan kesaktian
masing-masing. Dewa Brahma memutuskan untuk berubah menjadi burung api yang
akan mencari puncak Lingga tersebut. Dewa Wisnu pun tak mau kalah dengan
mengubah wujud menjadi Warak (Babi hutan besar) yang akan mencari
pangkaldari Lingga Dewa Siwa. Kedua Dewa tersebut terus berusaha sekuatnya
mencari ujung maupun pangkal dari Lingga tersebut. Semakin tinggi Dewa Brahma
terbang, semakin tinggi pula ujung Lingga. Demikian halnya Dewa Wisnu yang
semakin ke bawah mencari pangkal Lingga, semakin jauh ke bawah pula pangkal
Lingga tersebut. Akhirnya, Dewa Brahma dan Dewa Wisnu tak kuasa lagi berusaha
menemukan ujung dan pangkal Lingga Dewa Siwa. Keduanya pun menyerah dan
akhirnya sadar bahwa di atas kekuatan yang mereka miliki, masih ada kekuatan
lain yang jauh melebihi dan tak terkira sampai mana batas kekuatannya yaitu
Siwa sebagai Yang Maha Kuasa.
TARI LEGONG KUNTUL
Legong Kuntul termasuk dalam jenis Legong non-dramatik yang
menggambarkan keanggunan burung bangau di tengah sawah. Setelah lama tidak
ditarikan, pada tahun 70-an, tarian ini direka kembali berdasarkan ingatan oleh
ibu Reneng dan Anak Agung Raka Saba. Melodi dan gerakan yang sangat khas
memperindah keseluruhan tarian yang sangat klasik ini.
TARI LEGONG SEMARANDANA
Tari legong semarandana ini mengisahkan mengenai kisah para dewa dan dewi,
dalam tarian ini terdapat 3 tokoh dewa, bhatara semara, bhatara ratih dan dan
batara siwa. Dimana terbakarnya Bhatara
Semara dan Bhatara Ratih oleh sinar mata ketiga dari Bhatara Ciwa
TARI LEGONG LASEM
Legong ini yang paling populer dan
kerap ditampilkan dalam pertunjukan wisata. Tari ini dikembangkan di Peliatan.
Tarian yang baku ditarikan oleh dua orang legong dan seorang condong. Condong
tampil pertama kali, lalu menyusul dua legong yang menarikan legong lasem.
Repertoar dengan tiga penari dikenal sebagai Legong Kraton. Tari ini mengambil
dasar dari cabang cerita Panji (abad ke-12 dan ke-13, masa Kerajaan Kadiri), yaitu tentang keinginan raja (adipati) Lasem (sekarang
masuk Kabupaten Rembang) untuk meminang Rangkesari, putri Kerajaan Daha
(Kadiri), namun ia berbuat tidak terpuji dengan menculiknya. Sang putri menolak
pinangan sang adipati karena ia telah terikat oleh Raden Panji dari Kahuripan.
Mengetahui adiknya diculik, raja Kadiri, yang merupakan abang dari sang putri
Rangkesari, menyatakan perang dan berangkat ke Lasem. Sebelum berperang,
adipati Lasem harus menghadapi serangan burung garuda pembawa maut. Ia berhasil
melarikan diri tetapi kemudian tewas dalam pertempuran melawan raja Daha.
TARI LEGONG JOBOG
Tarian ini, seperti biasa, dimainkan sepasang legong. Kisah
yang diambil adalah dari cuplikan Ramayana, tentang persaingan dua bersaudara Sugriwa dan Subali (Kuntir dan Jobog) yang memperebutkan ajimat dari ayahnya.
Karena ajimat itu dibuang ke danau ajaib, keduanya bertarung hingga masuk ke
dalam danau. Tanpa disadari, keduanya beralih menjadi kera., dan pertempuran
tidak ada hasilnya.
TARI LEGONG CANDRA KANDA
Mengisahkan
pertemuan Bulan dengan Matahari sehingga terjadi Gerhana Bulan yang
mengakibatkan dunia menjadi gelap. Setelah masyarakat mengaturkan sesajen,
memukulkan kentongan, serta melantunkan puji-pujian, maka Bulan bersinar
kembali seperti sedia kala. Candra Kanta merupakan hasil binaan I Gusti Agung
Ayu Sapitri, S.Sn dan Ni Wayan Sriyani, S.Sn, serta Gusti Ngurah Agung Jaya
Kusuma sebagai pembina Tabuh.
TARI LEGONG PLAYON
Tari playon adalah jenis tarian legong yang mengisahkan
mengenai pengawak yang boleh diisi dengan lasem-lasemnya.
TARI KUPU-KUPU TARUM
Sepasang kupu kupu yang
bercengkrama di taman.Tari
Kupu-kupu melukiskan ketentraman dan kedamaian hidup sekelompok kupu-kupu yang
dengan riangnya berpindah dari satu dahan ke dahan yang lain. Tarian ini
merupakan tarian putri masal yang diciptakan oleh I Wayan Beratha pada tahun
1960-an.