PAGES

Minggu, 04 November 2012

Sinopsis Tari Legong di BALI


TARI LEGONG KUNTIR  

http://www.denpasarkota.go.id/images/?tari1706081.jpg 
Disebuah goa dekat gunung himawa, hidup seorang raksasa yang sangat sakti bernama Mahesa Sora. Yakin akan kesaktiannya ini maka timbul niatnya untuk menyerang keindraan, dengan dalah melamar Dewi Tara putri Dewa Indra. Dewa Indra yang sudah tentunya tidak setuju atas lamaran raksasa ini, menolak akibatnya terjadi perang antara pihak Mahesa Sora dan pihak keindraan. Merasa Hyang Indra akan kalah, cepat-cepat ia atas petunjuk pendeta Briaspati minta bantuan Subali dan Sugriwa yang diam di gunung Semi, dengan perjanjian bahwa yang dapat mengalahkan Mahesa Sora akan mendapatkan hadiah Dewi Tara sebagai istri.
Subali, Sugriwa menyanggupi dan segera berangkat keindraan melawan Mahesa Sora. Mahesa Sora yang merasa tidak mampu menghadapi lawannya, segera lari meninggalkan keindraan, bersembunyi di dalam goanya. Subali, Sugriwa mengejarnya dan Subali masuk kedalam goa, sebelum memasuki goa, dipesankannya kepada adiknya, bahwa jika nanti ada darah merah yang keluar dari goa maka yang mati adalah Mahesa Sora. Dan jika darah putih yang mati adalah Subali sendiri. Dan jika yang keluar darah merah dan putih yang keluar itu berarti kedua-duanya telah tewas maka Sugriwa harus cepat-cepat menutup pintu goa.
Demikianlah akhirnya didalam goa Subali berhasil membunuh raksasa itu dengan memecahkan kepalanya sehingga darah dan otaknya berhamburan keluar yang oleh Sugriwa dikira darah merah dan putih. Segera pintu goa ditutupnya dan pergi ke indra loka untuk mempersunting Dewi Tara.  Tatkala Sugriwa sedang bermesra mesraan di sebuah taman tiba-tiba datanglah Subali yang telah berhasil keluar dari goa dengan jalan menjebol pintu goa. Terjadi pertengkaran akibat salah pengertian yang kemudian memuncak menjadi suatu pertempuran sengit. Sugriwa kalah dan Dewi Tara diambil oleh Subali, dalam kesedihan Sugriwa mengutus Hanuman untuk minta bantuan Sang Rama. Akhirnya atas bantuan Sang Rama, Subali berhasil dikalahkan dan Sugriwa mendapatkan kembali Dewi Tara.


TARI LEGOD BAWA
Tari Legong Legod Bawa adalah salah satu jenis tari klasik yang tetap berpijak pada pakem Palegongan. Tarian ini dibawakan oleh dua orang penari wanita, tanpa adanya penari Condong sebagaimana yang terdapat pada Legong Keraton Lasem. Sesuai dengan yang penulis sampaikan di atas, bahwa perkembangan suatu tarian di suatu tempat merupakan adaptasi yang sangat terkait dengan daerah tempat tarian itu berkembang. Hal ini pun berlaku pada tari-tari Palegongan di Desa Saba dimana tariannya tetap bersumber pada kaidah Palegongan dengan menambahkan beberapa gerakan-gerakan yang khas dan unsur cerita yang disesuaikan dengan keinginan penciptanya dahul. Dalam tarian ini akan dijumpai bebrapa gerakan khas yang dimiliki oleh style Saba, diantaranya Ngengsogang pinggul, Ngubit sebanyak dua kali dan Maserod.
Unsur cerita bukanlah hal yang paling penting dalam tari Legong, karena cara pendramaannya cukup sederhana dan abstrak. Untuk menyampaikan maksud atau inti cerita kepada para penoton, diperlukanlah adanya peran seorang juru tandak. Juru tandak inilah yang nantinya mentransfer cerita melalui nyanyian mengikuti irama musik pengiring tarian. Hal ini pun terjadi pada pementasan tari Legong Legod Bawa, dimana cerita yang diambil bersumber pada mitologi Hindu.
Dikisahkan Dewa Brahma dan Dewa Wisnu sedang bercengkrama di Sorga. Mereka saling membanggakan kesaktian masing-masing yang tiada tandingannya. Percakapan mereka pun terdengar oleh Dewa Siwa. Oleh karena keduanya tidak ada yang mengalah dan mengaku lebih sakti, maka Dewa Siwa menjadi penengah bagi mereka berdua dengan cara berubah menjadi Lingga sembari mengajukan syarat barang siapa yang mampu menemukan ujung ataupun pangkal Lingga tersebut, maka dialah yang lebih sakti. Dewa Brahma dan Dewa Wisnu merasa tertantang untuk menunjukkan kesaktian masing-masing. Dewa Brahma memutuskan untuk berubah menjadi burung api yang akan mencari puncak Lingga tersebut. Dewa Wisnu pun tak mau kalah dengan mengubah wujud menjadi Warak (Babi hutan besar) yang akan mencari pangkaldari Lingga Dewa Siwa. Kedua Dewa tersebut terus berusaha sekuatnya mencari ujung maupun pangkal dari Lingga tersebut. Semakin tinggi Dewa Brahma terbang, semakin tinggi pula ujung Lingga. Demikian halnya Dewa Wisnu yang semakin ke bawah mencari pangkal Lingga, semakin jauh ke bawah pula pangkal Lingga tersebut. Akhirnya, Dewa Brahma dan Dewa Wisnu tak kuasa lagi berusaha menemukan ujung dan pangkal Lingga Dewa Siwa. Keduanya pun menyerah dan akhirnya sadar bahwa di atas kekuatan yang mereka miliki, masih ada kekuatan lain yang jauh melebihi dan tak terkira sampai mana batas kekuatannya yaitu Siwa sebagai Yang Maha Kuasa.







TARI LEGONG KUNTUL

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg2Um8FPovotzFZMPIcNFTLqL0jTN1QUM19gFABct-DgQBukFJ5MoRvKCEI6cuCy5iA8-JYPHyk6YWNYreN9X5YeJHaFNcKdsAV5fYftIbcTa6BIhESsLz1mctKKjpA59__3tLDrbs2NzE/s320/IMG_9615.JPG

Legong Kuntul termasuk dalam jenis Legong non-dramatik yang menggambarkan keanggunan burung bangau di tengah sawah. Setelah lama tidak ditarikan, pada tahun 70-an, tarian ini direka kembali berdasarkan ingatan oleh ibu Reneng dan Anak Agung Raka Saba. Melodi dan gerakan yang sangat khas memperindah keseluruhan tarian yang sangat klasik ini.

TARI LEGONG SEMARANDANA
Tari legong semarandana ini mengisahkan mengenai kisah para dewa dan dewi, dalam tarian ini terdapat 3 tokoh dewa, bhatara semara, bhatara ratih dan dan batara siwa. Dimana  terbakarnya Bhatara Semara dan Bhatara Ratih oleh sinar mata ketiga dari Bhatara Ciwa

TARI LEGONG LASEM
Legong ini yang paling populer dan kerap ditampilkan dalam pertunjukan wisata. Tari ini dikembangkan di Peliatan. Tarian yang baku ditarikan oleh dua orang legong dan seorang condong. Condong tampil pertama kali, lalu menyusul dua legong yang menarikan legong lasem. Repertoar dengan tiga penari dikenal sebagai Legong Kraton. Tari ini mengambil dasar dari cabang cerita Panji (abad ke-12 dan ke-13, masa Kerajaan Kadiri), yaitu tentang keinginan raja (adipati) Lasem (sekarang masuk Kabupaten Rembang) untuk meminang Rangkesari, putri Kerajaan Daha (Kadiri), namun ia berbuat tidak terpuji dengan menculiknya. Sang putri menolak pinangan sang adipati karena ia telah terikat oleh Raden Panji dari Kahuripan. Mengetahui adiknya diculik, raja Kadiri, yang merupakan abang dari sang putri Rangkesari, menyatakan perang dan berangkat ke Lasem. Sebelum berperang, adipati Lasem harus menghadapi serangan burung garuda pembawa maut. Ia berhasil melarikan diri tetapi kemudian tewas dalam pertempuran melawan raja Daha.

TARI LEGONG JOBOG
Tarian ini, seperti biasa, dimainkan sepasang legong. Kisah yang diambil adalah dari cuplikan Ramayana, tentang persaingan dua bersaudara Sugriwa dan Subali (Kuntir dan Jobog) yang memperebutkan ajimat dari ayahnya. Karena ajimat itu dibuang ke danau ajaib, keduanya bertarung hingga masuk ke dalam danau. Tanpa disadari, keduanya beralih menjadi kera., dan pertempuran tidak ada hasilnya.

TARI LEGONG CANDRA KANDA
Mengisahkan pertemuan Bulan dengan Matahari sehingga terjadi Gerhana Bulan yang mengakibatkan dunia menjadi gelap. Setelah masyarakat mengaturkan sesajen, memukulkan kentongan, serta melantunkan puji-pujian, maka Bulan bersinar kembali seperti sedia kala. Candra Kanta merupakan hasil binaan I Gusti Agung Ayu Sapitri, S.Sn dan Ni Wayan Sriyani, S.Sn, serta Gusti Ngurah Agung Jaya Kusuma sebagai pembina Tabuh.

TARI LEGONG PLAYON
            Tari playon adalah jenis tarian legong yang mengisahkan mengenai pengawak yang boleh diisi dengan lasem-lasemnya.

TARI KUPU-KUPU TARUM
Sepasang kupu kupu yang bercengkrama di taman.Tari Kupu-kupu melukiskan ketentraman dan kedamaian hidup sekelompok kupu-kupu yang dengan riangnya berpindah dari satu dahan ke dahan yang lain. Tarian ini merupakan tarian putri masal yang diciptakan oleh I Wayan Beratha pada tahun 1960-an.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar